Tauhid, Tafsir, Hadits, Tasawuf, Fiqih, Hukum, Dakwah, Komunikasi, Sosial, Sains, Trending Topic

Saturday 8 October 2016

Kepemimpinan Menurut Hadits

Kepemimpinan Menurut Hadits -      Dapat kita jumpai dalam sejarah kehidupan manusia, konsepsi tentang kepemimpinan tidak asing lagi untuk dibahas. Ketika Nabi Adam memimpin Siti Hawa dan keturunannya setelah diusir dari surga ke dunia. Apalagi sejak awal kemunculan Islam, Nabi Muhammad SAW disamping sebagai seorang Rasul (utusan) yang menyampaikan ajaran agama tetapi juga seorang pimpinan Negara dan kepala rumah tangga. Paling tidak dalam catatan-catatan sejarah kenabian yang terdokumentasikan dalam Hadits-Hadits yang tetap terjaga dan masih bisa dikonsumsi sampai saat ini, Nabi memberikan contoh bagaimana seorang pemimpin menyelesaikan persoalan-persoalan pribadi maupun sosial kemasyarakatan berdasarkan musyawarah untuk tercapainya kemaslahatan.

Masa peletakan Fondasi Islam yang di bawa Nabi Muhammad Saw. sudah lama selesai. Setiap ummat Islam dituntut untuk mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran tersebut kedalam seluruh aspek kehidupan, tentunya dengan kontekstualisasi yang sejalan dengan perubahan zaman namun tetap berdasarkan tuntunan yang ada.

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan yang keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S. An-Nahl : 90)

Berdasarkan ayat diatas paling tidak, dapat diraba bahwa konsepsi kepemimpinan diakui oleh Islam yang dimanifestasikan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Untuk lebih mendalami hal tersebut dalam makalah ini akan sedikit dibahas beberapa hadits yang tertuang dalam Kitab Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi.

Islam menetapkan tujuan dan tugas utama pemimpin adalah untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan perintah-perintah-Nya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Taimyah bahwa kewajiban seorang pemimpin yang telah ditunjuk dipandang dari segi agama dan dari segi ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pendekatan diri kepada Allah SWT adalah dengan mentaati peraturan-peraturan-Nya dan Rasul-Nya. Namun hal itu lebih sering disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai kedudukan dan harta.

Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas.

Kepemimpinan Menurut Hadits



1) Penguasa yang Adil

حَدَّثَنَا الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا مَعْنٌ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ خُبَييْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِممٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَوْ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا  ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ كَانَ قَلْبُهُ مُعَلَّقًا بِالْمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُودَ إِلَيْهِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ فَاجْتَمَعَا عَلَى ذَلِكَ وَتَفَرَّقَا وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأأَةٌ ذَاتُ حَسَبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَاا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَهَكَذَا رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ مِنْ غَيْرِ  وَجْهٍ مِثْلَ هَذَا وَشَكَّ فِيهِ وَقَالَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَوْ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَعُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَوَاهُ عَنْ  خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَلَمْ يَشُكَّ فِيهِ يَقُولُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدَّثَنَا سَوَّارُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْعَنْبَرِيُّ  وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ حَدَّثَنِي خُبَيْبٌ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي ي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ حَدِيثِ ممَالِكِ بْنِ أَنَسٍ بِمَعْنَاهُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ  كَانَ قَلْبُهُ مُعَلَّقًا بِالْمَسَاجِدِ وَقَالَ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ

Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Al Anshari telah menceritakan kepada kami Ma'an telah menceritakan kepada kami Malik dari Khubaib bin Abdurrahman dari Hafsh bin 'Ashim dari Abu Hurairah atau dari Abu Sa'id, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Tujuh (golongan) yang akan dinaungi Allah pada hari di mana tidak ada naungan lain kecuali naunganNya; pemimpin adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, orang yang hatinya terkait dengan masjid bila ia keluar meninggalkannya hingga ia kembali lagi, dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul karena itu dan berpisah karena itu, orang yang mengingat Allah saat menyendiri lalu kedua matanya berlinang, lelaki yang diajak oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu ia berkata: Aku takut Allah, seseorang bersedekah lalu menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya." Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih. Seperti itulah hadits ini diriwayatkan dari Malik bin Anas tanpa sanad seperti ini dan ia ragu didalamnya. Ia berkata: Dari Abu Hurairah, atau dari Abu Sa'id dan 'Ubaidullah bin Umar. Ia meriwayatkannya dari Khubaib bin Abdurrahman, ia tidak ragu dalam sanad ini, ia berkata: Dari Abu Hurairah. Telah menceritakan kepada kami Sawwar bin Abdullah Al 'Anbari dan Muhammad bin Al Mutsanna keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari 'Ubaidullah bin Umar telah menceritakan kepadaku Khubaib dari Hafsh bin 'Ashim dari Abu Hurairah dari nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam seperti makna hadits Malik bin Anas, hanya saja ia berkata dalam riwayatnya: Hatinya terpaut dengan masjid. Ia juga berkata dalam riwayatnya: Yang memiliki kedudukan dan kecantikan.

Setiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya dan seorang pemimpin berkewajiban mendengarkan. Ia wajib menjalankan hasil musyawarah. Setiap keputusan yang telah disepakati bersama wajib dilaksanakan karena itu merupakan amanat yang dibebankan kepadanya. Dalam hadits diatas diungkapkan keutamaan seorang pemimpin yang adil sehingga mendapatkan posisi pertama orang yang mendapatkan naungan dari Allah pada hari kiamat. Hal ini menunjukkan begitu beratnya menjadi seorang pemimpin untuk selalu adil dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan.

2) Wajib Mentaati Perintah Penguasa

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَعُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ وَابْنُ عَجْلَانَ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ ومْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْعُسْرِ وَالْيُسْرِ وَالْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَالْأَثَرَةِ عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُولَ الْحَقَّ حَيْثُمَا كُنَّا لَا نَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ


Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad; telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dari Muhammad bin Ishaq dan Yahya bin Sa'id, Ubaidullah bin Umar dan Ibnu 'Ajlan dari 'Ubadah bin Al Walid bin 'Ubadah bin Ash Shamit dari Bapaknya dari 'Ubadah bin Ash Shamit, ia berkata; "Kami telah membaiatkan diri kepada Rasulullah untuk mendengar dan patuh pada saat yang sulit dan mudah, di saat semangat atau di saat dibenci serta di saat ada kepentingan kita. Selain itu agar kami tidak menolak perintah dari orang yang layak memerintah dan agar kami mengemukakan kebenaran di mana saja berada. Kami tidak takut kepada cacian para pencaci demi hak-hak Allah."

Secara kontekstual hadits diatas dapat diartikan dalam berbagai dimensi. Dalam sebuah komunitas, masyarakat dan agama setiap manusia memiliki sistem yang mengatur mereka maka wajar sebagai bagian dari sistem tersebut untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Namun ketaatan tersebut tidak serta merta menjadi sikap yang selalu taklid terhadap pemimpin. Dalam Islam diajarkan tidak diperbolehkan taat atau memetuhi pemimpin kecuali dalam batas-batas yang telah dijelaskan Allah dalam al-Qur’an dan Hadits bahwa tidak wajib memetuhi seorang pemimpin melainkan karena Allah.


3) Larangan Meminta Jabatan & Mengangkat Pejabat Karena Memintanya

حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ  اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَجِدُونَ النَّاسَ مَعَادِنَ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهُوا وَتَجِدُونَ خَيْرَ النَّاسِ فِي هَذَا الشَّأْنِ أَشَدَّهُمْ لَهُ كَرَاهِيَةً وَتَجِدُونَ شَرَّ النَّااسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ وَيَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍٍ

Artinya :
Telah bercerita kepadaku Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Jarir dari 'Umarah dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Rasulullah Shallallhu 'alaihi wa salam bersabda: "Kalian akan temui manusia beragam asal-usulnya (dan kwalitas perilakunya) maka orang-orang yang baik pada zaman jahiliyyah akan menjadi baik pula pada zaman Islam bila mereka memahami (Islam), dan akan kalian temui pula manusia yang paling baik dalam urusan (khilafah/pemerintahan) ini, yaitu mereka yang tidak selera terhadap jabatan dan akan kalian temui orang yang paling buruk dalam urusan ini adalah mereka yang bermuka dua (Oportunis), dia datang kepada satu golongan dengan wajah (pendapat) tertentu dan datang kepada kelompok lain dengan wajah (pendapat lain) lain".

Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. Berdasarkan hadits diatas dapat dipahami bahwa yang menjadi penentu adalah masyarakat atau komunitas, bukan sikap mengharapkan sebuah jabatan dengan meminta. Dengan meminta maka jabatan tersebut bukan lagi sebuah pengembanan amanat masyarakat atau komunitas yang dipimpin melainkan keinginan pribadi dengan tujuan tertentu.

Kepemimpinan adalah tanggung jawab yang dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk bertanggungjawab kepada yang dipimpin. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh masyarakat atau komunitas yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya. Wallahu A’lam …

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Kepemimpinan Menurut Hadits

0 komentar:

Post a Comment